Zakat Profesi
A.PEDAHULUAN
Zakat merupakan salah satu kewajiban yang harus di laksanakan oleh setiap orang islam yang beriman dan mampu secara syara’ karena termasuk rukun islam yang ke tiga. Sedangkan zakat itu sendiri menurut para ulama’ ada dua macam yaitu;zakat mal dan zakat fitrah. Zakat mal(kekayaan) yang wajib di keluarkan zakatnya para ulama’ berbeda pendapat tentang jenis kekayaan yang wajib di zakati, Ada yang mengkategorikan penghasilan tetap atau profesi termasuk sesuatu yang harus di keluarkan zakatnya kalau sudah memenuhi syarat dan ada yang tidak. Menurut Prof. Dr. M. Yusuf Qardhawi, di antara harta benda yang wajib di keluarkan zakatnya adalah zakat pencarian dan profesi serta zakat saham dan obligasi. Dalam makalah ini kami akan mencoba membahas tentang zakat profesi. Bagaimana hukumnya, profesi apa saja yang wajib zakatnya, dan sebagainya. Oleh karena itu kritik, saran dan masukan dari teman-teman sangat kami harapkan guna sempurnanya makalah ini, tak lupa kami ucapkan beribu-ribu terima kasih kepada Ibu Asriati M.A yang telah membimbing dan mengarahkan kami hingga makalah ini bisa terselesaikan. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Amin.
B.PENGERTIAN
Zakat berasal dari kata dasa’’zaka’’artinya berkah,tumbuh,bersih dan baik. Menurut etimologi zakat adalah mengharap berkah,membersihkan jiwa. Sedangkan menurut terminologi zakat adalah;
1.Sejumlah harta tertentu yang di wajibkan oleh Allah di serahkan kepada orang-orang yang berhak.
2.-Mengeluarkan sebagian dari harta benda atas perintah Allah, sebagai sedekah wajib kepada mereka yang telah ditetapkan menurut syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hokum islam.
3.Sejumlah harta yang di keluarkan oleh seseorang dari haknya Allah kepada fakir miskin.
Menurut pemerintah DKI Jakarta, jenis kekayaan yang wajib dikelurarkan zakatnya adalah:
a. Tumbuh-tumbuhan
b. Emas dan perak
c. Perusahaan, perdagangan, pendapatan dan jasa
d. Binatang ternak
e. Penghasilan tetap
Menurut Prof. Dr. M. Yusuf Qardhawi, harta benda yang wajib dikeluarkan hartanya adalah sebagai berikut:
a. Zakat binatang ternak
b. Zakat emas dan perak
c. Zakat kekayaan dagang
d. Zakat pertanian
e. Zakat madu dan produksi hewani
f. Zakat investasi pabrik, gedung dan lain-lain
g. Zakat pencarian dan profesi
h. Zakat saham dan obligasi
B.PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN ZAKAT PROFESI
Zakat Profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi (hasil profesi) bila telah mencapai nisab. Profesi tersebut misalnya pegawai negeri atau swasta, konsultan, dokter, notaris, akuntan, artis, dan wiraswasta.
Firman Allah :
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. ( QS.Al-Baqarah : 267 )
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih”. (QS.At-Taubah : 34 )
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”. ( QS.At-Taubah : 103 )
Pada masa Nabi Muhammad, kehidupan perekonomian lebih banyak bertumpu pada sector pertanian dan peternakan. Sekarang, kehidupan perekonomian lebih banyak berkisar pada sector industri dan jasa.
Perlu diketahui bahwa dalam tataran fiqih Islam, penghasilan yang diperoleh wiraswastawan, seperti dokter atau konsultan, dikenal dengan istilah al-maal al-mustafad. Itulah perkembangan ekonomi umat manusia.
Maka tidak mengherankan, banyak jenis kekayaan berikut rinciannya yang sangat menonjol dan terkadang menjadi kebanggaan kelas yang belum disinggung sama sekali oleh Rasulullah SAW. Kategori tijarah masih terbatas pada jual-beli barang, belum mencakup jual-bali jasa keahlian atau profesi. Namun itu tidak berarti kekayaan tersebut
Tidak wajib dizakati walau Nabi tidak membicarakannya.
Menyangkut soal zakat profesi ini, memang ada beragam pendapat. Banyak Ulama yang mewajibkan zakat atasnya, tetapi tidak sedikit Ulama yang tidak mewajibkannya dan sebagai konsekuensinya ia hanya membayar infak. Dua argument mereka bisa dilacak dan ditelusuri, diantaranya :
a. Kata anfiqu pada surah Al-Baqarah ayat 267 serta surah At-Taubah ayat 34 tidak bisa diartikan sebagai “zakat”, mestilah menggunakan lafazh al-shadaqaat atau al-zakah.
b. Kata maa kasabtum dalam surah Al-Baqarah ayat 267 dinilai kelompok ini sebagai ‘am yang makhsus. Yakni ‘am yang telah ditakhsis (dikhususkan) dengan zakat tijarah (perdagangan). Ketetapan ini telah diberlakukan pada zaman Nabi SAW. Oleh karena itu, tidak dibenarkan menambah lagi dengan zakat jenis baru, misalnya zakat profesi. Hal ini sesuai dengan kaidah ushul fiqih yang berbunyi: “Menggunakan dalil ‘am sesudah di- takhsis itu tidak dapat diterima”.
c. Zakat itu merupakan ibadah mahdah. Oleh karena itu ia tidak dapat berdasarkan ijtihad tetapi harus melalui dalil dan keterangan yang betul-betul tegas, jelas dan valid. Hal ini sesuai dengan kaidah: “Pada dasrnya ibadah itu terlarang sehingga ada dalil yang memerintahnya”.
d. Sesuai dengan makna surat Al-Maaidah ayat 3 bahwa agama Islam itu adalah agama yang sudah sempurna. Manusia tidak dapat dibenarkan membuat ketentuan-ketentuan baru, baik yang bersifat menambah atau yang bersifat mengurangi. Menetapkan adanya hukum wajib bagi zakat profesi sama halnya dengan memberikan ketentuan tersebut, dan hal itu dilarang.
Demikianlah argumen yang disodorkan oleh mereka yang menolak kewajiban zakat profesi ini.
Jika kita amati nash, baik dalam Al-Qur’an maupun hadits, tidak akan dijumpai adanya zakat profesi sebagaimana tidak akan dijumpai kewajiban zakat untuk mata uang, sertifikat berharga, saham, dan obligasi. Namun hal itu tidak berarti bahwa harta-harta tersebut tidak wajib dizakati.
Menyangkut zakat profesi, baik MUI maupun BAZIS DKI telah menetapkan kewajiban zakatnya. Memang zakat adalah ibadah mahdah ( ibadah murni ) tapi mahadah maaliyyah. Artinya, ibadah yang sangkut-pautnya dengan masalah harta; jika ada harta dan cukup nishabnya maka wajib zakat atasnya. Berbeda dengan shalat yang dikenal dengan mahdah badaniyyah ( ibadah yang bersangkut-paut dengan fisik ) atau dengan haji yang disebut mahdah badaniyyah wa maaliyyah ( ibadah yang bersangkut-paut dengan fisik dan harta ). Demikian pula dengan profesi. Profesi apa saja yang ia lakukan, jika ada harta dan cukup nashab, maka kewajiban zakat sudah datang kepadanya.
Semuanya tetap wajib dizakati dengan jalan menganalogikan dengan kewajiban harta lainnya. Alasannya, profesi adalah pekerjaan, maka setiap orang yang bekerja, baik dokter, konsultan bahkan petani pedagang semuanya adalah profesi ( dan karena itu harus mengeluarkan zakatnya dari profesi yang digelutinya ). Dalam pertanian kadar zakatnya 5-10% dan dalam perdagangan 2,5%. Semua itu didasarkan pada profesinya masing-masing sebagai petani atau pedagang. Maka jika dalam pertanian dan perdagangan saja ada zakatnya, mengapa pada profesi lainnya tidak?
Di samping itu adalah bahwa kata maa kasabtum dalam surah Al-Baqarah ayat 267 itu bersifat umum, meski sudah ddi-takhsis-kan oleh berbagai hadits dan dalil lainnya. Norma hukum yang terdapat baik dalam surah Al-Baqarah tersebut maupun dalam hadits-hadits lainnya yang dinilai pihak pertama sebagai pen-takhsis adalah sama. Oleh karena itu keumuman kata maa kasabtum tersebut tetap berlaku secara utuh, termasuk harta yang dihasilkan melalui profesi tertentu. Pemahaman seperti ini sesuai dengan kaidah ushul fiqih yang berbunyi : “Menyebutkan sebagai satuan dari lafazh ‘aam yang sesuai dengan hukumnya, tidak mengandung ketentuan takhsis”.
Selain itu, juga perlu diketahui bahwa zakat itu mengandung makna ijtima’iyyah. Fungsi zakat, seperti disebutkan dalam berbagai ayat Al-Qur’an dan Hadits adalah untuk merealisasikan keadilan yang menjadi tujuan Islam, mensucikan harta benda dan mempersempit jurang pemisah antara si kaya dan si miskin. Untuk itu, mewajibkan zakat profesi sekalipun tidak ada teks khusus yang secara tegas dan jelas mengupas masalah ini, namun dengan melihat fungsi dari zakat itu sendiri, kiranya mewajibkan zakat profesi adalah lebih dekat dengan semangat dan rooh dari zakat itu sendiri.
Dalam Al-Qur’an secara tegas dinyatakan ,” Nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik”. (QS. Al-Baqarah : 267 ). Kata kasabtum dadlam ayat di atas, dalam istilah sekarang adalah zakat profesi. Maka ayat di atas juga sekaligus menegaskan kewajiban adanya zakat profesi.
2. BESAR KADAR ZAKAT PROFESI
Sebelum membahas kadar besarnya zakat profesi, perlu didudukkan bahwa profesi itu ada yang tradisional seperti petani dan nelayan, dan ada juga profesi yang professional penghasilannya seperti konsultan dan dokter. Jadi tidak dapat disamakan antara mereka yang berprofesi nelayan dengan mereka yang berprofesi konsultan. Demikian pula, tidak dapat disamakan antara dokter yang sekali suntik Rp 5.000,- dengan dokter yang sekali suntik Rp 50.000,- Kalau besar zakatnya disamakan, tentu hal itu tidak adil.
Para pakar hukum Islam, seperti Dr. Yusuf Qardhawi, Dr. Abdul Halim Uwais dan Dr. Panjani mempunyai kecenderungan bahwa zakat profesi yang bisa mendapatkan hasil besar maka zakatnya bisa sampai 20% dengan diqiyaskan (dianalogikan) pada harta rikaz (harta temuan).
Akan tetapi kita harus tahu standard yang baku untuk semua zakat berkisar antara 2,5-20%. Setiap orang dapat berpendapat, tergantung ke mana ia menganalogikan. Kalau zakat profesi itu diqiyaskan pada zakat perdagangan, maka zakatnya adalah 2,5% dan jika pada zakat pertanian, maka kadar zakatnya berkisar antara 5-10%, sedangkan kalau pada barang temuan (rikaz), msks kadarnya sebesar 20%. Tapi kita harapkan kelak ada satu standar yang bisa dijadikan patokan bagi ummat.
C. KESIMPULAN
Zakat profesi wajib dikeluarkannya zakatnya apabila mencapai batas nisab. Dan nisabnya nishab zakat penghasilan dengan hasil pertanian. Nishabnya senilai 520 kg beras, sedangkan kadarnya dianalogikan dengan emas yaitu 2,5 %. Meskipun merupakan hasil ijtihad para ulama sekarang. Namun Rasa keadilan, serta hikmah adanya kewajiban zakat, mengantar banyak ulama masa kini memasukkan profesi-profesi tersebut dalam pengertian "hasil usaha kamu yang baik-baik" . Dengan harapan zakat akan dapat membersihkan dan menyucikan harta, dan menambah rasa syukur terhadap Allah atas rizki yang telah diberikan-Nya.
DAFTAR PUSTAKA
Yafie, Ali “Menjawab Seputar Zakat, Infaq dan Sedekah”, PT. Raja Grafindo Persada, 2002
Sabiq, Sayyid “Fikih Sunnah” Juz 1 MESIR, Darul fath, 1999
Fadlullah, Cholid “Mengenal Hukum Zis” BAZIS DKI JAKARTA,1993
Www muslim.or.id
Zakat merupakan salah satu kewajiban yang harus di laksanakan oleh setiap orang islam yang beriman dan mampu secara syara’ karena termasuk rukun islam yang ke tiga. Sedangkan zakat itu sendiri menurut para ulama’ ada dua macam yaitu;zakat mal dan zakat fitrah. Zakat mal(kekayaan) yang wajib di keluarkan zakatnya para ulama’ berbeda pendapat tentang jenis kekayaan yang wajib di zakati, Ada yang mengkategorikan penghasilan tetap atau profesi termasuk sesuatu yang harus di keluarkan zakatnya kalau sudah memenuhi syarat dan ada yang tidak. Menurut Prof. Dr. M. Yusuf Qardhawi, di antara harta benda yang wajib di keluarkan zakatnya adalah zakat pencarian dan profesi serta zakat saham dan obligasi. Dalam makalah ini kami akan mencoba membahas tentang zakat profesi. Bagaimana hukumnya, profesi apa saja yang wajib zakatnya, dan sebagainya. Oleh karena itu kritik, saran dan masukan dari teman-teman sangat kami harapkan guna sempurnanya makalah ini, tak lupa kami ucapkan beribu-ribu terima kasih kepada Ibu Asriati M.A yang telah membimbing dan mengarahkan kami hingga makalah ini bisa terselesaikan. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Amin.
B.PENGERTIAN
Zakat berasal dari kata dasa’’zaka’’artinya berkah,tumbuh,bersih dan baik. Menurut etimologi zakat adalah mengharap berkah,membersihkan jiwa. Sedangkan menurut terminologi zakat adalah;
1.Sejumlah harta tertentu yang di wajibkan oleh Allah di serahkan kepada orang-orang yang berhak.
2.-Mengeluarkan sebagian dari harta benda atas perintah Allah, sebagai sedekah wajib kepada mereka yang telah ditetapkan menurut syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hokum islam.
3.Sejumlah harta yang di keluarkan oleh seseorang dari haknya Allah kepada fakir miskin.
Menurut pemerintah DKI Jakarta, jenis kekayaan yang wajib dikelurarkan zakatnya adalah:
a. Tumbuh-tumbuhan
b. Emas dan perak
c. Perusahaan, perdagangan, pendapatan dan jasa
d. Binatang ternak
e. Penghasilan tetap
Menurut Prof. Dr. M. Yusuf Qardhawi, harta benda yang wajib dikeluarkan hartanya adalah sebagai berikut:
a. Zakat binatang ternak
b. Zakat emas dan perak
c. Zakat kekayaan dagang
d. Zakat pertanian
e. Zakat madu dan produksi hewani
f. Zakat investasi pabrik, gedung dan lain-lain
g. Zakat pencarian dan profesi
h. Zakat saham dan obligasi
B.PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN ZAKAT PROFESI
Zakat Profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi (hasil profesi) bila telah mencapai nisab. Profesi tersebut misalnya pegawai negeri atau swasta, konsultan, dokter, notaris, akuntan, artis, dan wiraswasta.
Firman Allah :
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. ( QS.Al-Baqarah : 267 )
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih”. (QS.At-Taubah : 34 )
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”. ( QS.At-Taubah : 103 )
Pada masa Nabi Muhammad, kehidupan perekonomian lebih banyak bertumpu pada sector pertanian dan peternakan. Sekarang, kehidupan perekonomian lebih banyak berkisar pada sector industri dan jasa.
Perlu diketahui bahwa dalam tataran fiqih Islam, penghasilan yang diperoleh wiraswastawan, seperti dokter atau konsultan, dikenal dengan istilah al-maal al-mustafad. Itulah perkembangan ekonomi umat manusia.
Maka tidak mengherankan, banyak jenis kekayaan berikut rinciannya yang sangat menonjol dan terkadang menjadi kebanggaan kelas yang belum disinggung sama sekali oleh Rasulullah SAW. Kategori tijarah masih terbatas pada jual-beli barang, belum mencakup jual-bali jasa keahlian atau profesi. Namun itu tidak berarti kekayaan tersebut
Tidak wajib dizakati walau Nabi tidak membicarakannya.
Menyangkut soal zakat profesi ini, memang ada beragam pendapat. Banyak Ulama yang mewajibkan zakat atasnya, tetapi tidak sedikit Ulama yang tidak mewajibkannya dan sebagai konsekuensinya ia hanya membayar infak. Dua argument mereka bisa dilacak dan ditelusuri, diantaranya :
a. Kata anfiqu pada surah Al-Baqarah ayat 267 serta surah At-Taubah ayat 34 tidak bisa diartikan sebagai “zakat”, mestilah menggunakan lafazh al-shadaqaat atau al-zakah.
b. Kata maa kasabtum dalam surah Al-Baqarah ayat 267 dinilai kelompok ini sebagai ‘am yang makhsus. Yakni ‘am yang telah ditakhsis (dikhususkan) dengan zakat tijarah (perdagangan). Ketetapan ini telah diberlakukan pada zaman Nabi SAW. Oleh karena itu, tidak dibenarkan menambah lagi dengan zakat jenis baru, misalnya zakat profesi. Hal ini sesuai dengan kaidah ushul fiqih yang berbunyi: “Menggunakan dalil ‘am sesudah di- takhsis itu tidak dapat diterima”.
c. Zakat itu merupakan ibadah mahdah. Oleh karena itu ia tidak dapat berdasarkan ijtihad tetapi harus melalui dalil dan keterangan yang betul-betul tegas, jelas dan valid. Hal ini sesuai dengan kaidah: “Pada dasrnya ibadah itu terlarang sehingga ada dalil yang memerintahnya”.
d. Sesuai dengan makna surat Al-Maaidah ayat 3 bahwa agama Islam itu adalah agama yang sudah sempurna. Manusia tidak dapat dibenarkan membuat ketentuan-ketentuan baru, baik yang bersifat menambah atau yang bersifat mengurangi. Menetapkan adanya hukum wajib bagi zakat profesi sama halnya dengan memberikan ketentuan tersebut, dan hal itu dilarang.
Demikianlah argumen yang disodorkan oleh mereka yang menolak kewajiban zakat profesi ini.
Jika kita amati nash, baik dalam Al-Qur’an maupun hadits, tidak akan dijumpai adanya zakat profesi sebagaimana tidak akan dijumpai kewajiban zakat untuk mata uang, sertifikat berharga, saham, dan obligasi. Namun hal itu tidak berarti bahwa harta-harta tersebut tidak wajib dizakati.
Menyangkut zakat profesi, baik MUI maupun BAZIS DKI telah menetapkan kewajiban zakatnya. Memang zakat adalah ibadah mahdah ( ibadah murni ) tapi mahadah maaliyyah. Artinya, ibadah yang sangkut-pautnya dengan masalah harta; jika ada harta dan cukup nishabnya maka wajib zakat atasnya. Berbeda dengan shalat yang dikenal dengan mahdah badaniyyah ( ibadah yang bersangkut-paut dengan fisik ) atau dengan haji yang disebut mahdah badaniyyah wa maaliyyah ( ibadah yang bersangkut-paut dengan fisik dan harta ). Demikian pula dengan profesi. Profesi apa saja yang ia lakukan, jika ada harta dan cukup nashab, maka kewajiban zakat sudah datang kepadanya.
Semuanya tetap wajib dizakati dengan jalan menganalogikan dengan kewajiban harta lainnya. Alasannya, profesi adalah pekerjaan, maka setiap orang yang bekerja, baik dokter, konsultan bahkan petani pedagang semuanya adalah profesi ( dan karena itu harus mengeluarkan zakatnya dari profesi yang digelutinya ). Dalam pertanian kadar zakatnya 5-10% dan dalam perdagangan 2,5%. Semua itu didasarkan pada profesinya masing-masing sebagai petani atau pedagang. Maka jika dalam pertanian dan perdagangan saja ada zakatnya, mengapa pada profesi lainnya tidak?
Di samping itu adalah bahwa kata maa kasabtum dalam surah Al-Baqarah ayat 267 itu bersifat umum, meski sudah ddi-takhsis-kan oleh berbagai hadits dan dalil lainnya. Norma hukum yang terdapat baik dalam surah Al-Baqarah tersebut maupun dalam hadits-hadits lainnya yang dinilai pihak pertama sebagai pen-takhsis adalah sama. Oleh karena itu keumuman kata maa kasabtum tersebut tetap berlaku secara utuh, termasuk harta yang dihasilkan melalui profesi tertentu. Pemahaman seperti ini sesuai dengan kaidah ushul fiqih yang berbunyi : “Menyebutkan sebagai satuan dari lafazh ‘aam yang sesuai dengan hukumnya, tidak mengandung ketentuan takhsis”.
Selain itu, juga perlu diketahui bahwa zakat itu mengandung makna ijtima’iyyah. Fungsi zakat, seperti disebutkan dalam berbagai ayat Al-Qur’an dan Hadits adalah untuk merealisasikan keadilan yang menjadi tujuan Islam, mensucikan harta benda dan mempersempit jurang pemisah antara si kaya dan si miskin. Untuk itu, mewajibkan zakat profesi sekalipun tidak ada teks khusus yang secara tegas dan jelas mengupas masalah ini, namun dengan melihat fungsi dari zakat itu sendiri, kiranya mewajibkan zakat profesi adalah lebih dekat dengan semangat dan rooh dari zakat itu sendiri.
Dalam Al-Qur’an secara tegas dinyatakan ,” Nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik”. (QS. Al-Baqarah : 267 ). Kata kasabtum dadlam ayat di atas, dalam istilah sekarang adalah zakat profesi. Maka ayat di atas juga sekaligus menegaskan kewajiban adanya zakat profesi.
2. BESAR KADAR ZAKAT PROFESI
Sebelum membahas kadar besarnya zakat profesi, perlu didudukkan bahwa profesi itu ada yang tradisional seperti petani dan nelayan, dan ada juga profesi yang professional penghasilannya seperti konsultan dan dokter. Jadi tidak dapat disamakan antara mereka yang berprofesi nelayan dengan mereka yang berprofesi konsultan. Demikian pula, tidak dapat disamakan antara dokter yang sekali suntik Rp 5.000,- dengan dokter yang sekali suntik Rp 50.000,- Kalau besar zakatnya disamakan, tentu hal itu tidak adil.
Para pakar hukum Islam, seperti Dr. Yusuf Qardhawi, Dr. Abdul Halim Uwais dan Dr. Panjani mempunyai kecenderungan bahwa zakat profesi yang bisa mendapatkan hasil besar maka zakatnya bisa sampai 20% dengan diqiyaskan (dianalogikan) pada harta rikaz (harta temuan).
Akan tetapi kita harus tahu standard yang baku untuk semua zakat berkisar antara 2,5-20%. Setiap orang dapat berpendapat, tergantung ke mana ia menganalogikan. Kalau zakat profesi itu diqiyaskan pada zakat perdagangan, maka zakatnya adalah 2,5% dan jika pada zakat pertanian, maka kadar zakatnya berkisar antara 5-10%, sedangkan kalau pada barang temuan (rikaz), msks kadarnya sebesar 20%. Tapi kita harapkan kelak ada satu standar yang bisa dijadikan patokan bagi ummat.
C. KESIMPULAN
Zakat profesi wajib dikeluarkannya zakatnya apabila mencapai batas nisab. Dan nisabnya nishab zakat penghasilan dengan hasil pertanian. Nishabnya senilai 520 kg beras, sedangkan kadarnya dianalogikan dengan emas yaitu 2,5 %. Meskipun merupakan hasil ijtihad para ulama sekarang. Namun Rasa keadilan, serta hikmah adanya kewajiban zakat, mengantar banyak ulama masa kini memasukkan profesi-profesi tersebut dalam pengertian "hasil usaha kamu yang baik-baik" . Dengan harapan zakat akan dapat membersihkan dan menyucikan harta, dan menambah rasa syukur terhadap Allah atas rizki yang telah diberikan-Nya.
DAFTAR PUSTAKA
Yafie, Ali “Menjawab Seputar Zakat, Infaq dan Sedekah”, PT. Raja Grafindo Persada, 2002
Sabiq, Sayyid “Fikih Sunnah” Juz 1 MESIR, Darul fath, 1999
Fadlullah, Cholid “Mengenal Hukum Zis” BAZIS DKI JAKARTA,1993
Www muslim.or.id
Komentar
Posting Komentar