Aliran Zaidiyah

Zaidiyah adalah salah satu aliran Syi'ah yang paling dekat dengan Ahlu Sunnah wal Jama'ah. Aliran ini tergolong moderat, tidak ekstrim dan berlebihan. Pendiri aliran ini adalah Zaid bin Ali Zainal Abidin.
Aliran ini dinisbatkan kepada nama pendirinya Zaid bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali ra (80-122 H). Ia pernah memimpin revolusi Syi'ah di Irak melawan Umawiyyun pada masa Hisyam bin Abdul Malik. Penduduk Kuffah mendorongnya untuk memimpin revolusi tersebut. Setelah ia maju dan memimpin pemberontakan, ia di hina dan ditinggalkan oleh penduduk Syi'ah Kuffah karena diketahui Zainal Abidin menghormati dan meridhoi Abu Bakar dan Umar ra. Ia melawan tentara Umawiyah yang terdiri dari 500 orang pasukan berkuda. Dalam pertempuran yang tidak seimbang itu ia terkena panah di pelipisnya dan menyebabkan kematian dirinya.
Zaid sering berpindah-pindah tempat, diantaranya Syam dan Irak. Kepindahannya itu bermula dikarenakan menuntut ilmu dan yang kedua mencari ahlul bait dalam imamah (kepemimpinan). Zaid dikenal sebagai orang yang sangat takwa, wara', alim, fadhil, ikhlas dan berani. Selain ia berwajah tampan, gagah, takut kepada Allah dan aktif menekuni Kitabullah dan Sunnatullah. Zaid belajar ilmu dan riwayat kepada kakak sulungnya, Muhammad Baqir yang dipandang sebagai salah seorang Imam 12 menurut Syi'ah Imamiyah. Dia memiliki hubungan yang baik dengan Washil bin Atha, pemimpin Mu'tazilah dan dia diangkat sebagai muridnya. 
Imam Abu Hanifah An-Nu'am sendiri berguru kepadanya. Karyanya yang terkenal antara lain Al-Majmu' Al-Kabir, kitab yang berisikan kumpulan hadits dan fiqh. Keduanya diriwayatkan oleh muridnya yang bernama Abu Khalid Umar bin Khalid Al-Wasthi Al-Hasyimi yang dikenal setia kepadanya. Ia wafat pada tahun ketiga abad ke 20 Hijriyah.
Putra Zaid yang bernama Yahya bin Zaid pernah bertempur bersamanya, tetapi ia melarikan ke Khurasan. Akan tetapi nasibnya tidak begitu beruntung karena dia dibunuh oleh tentara Umawiyah di negeri itu pada tahun 125 H. Setelah Yahya meninggal segala urusan diserahkan kepada Muhammad dan Ibrahim. Muhammad keluar dari Madinah dan dibunuh oleh Isa bin Mahan, salah seorang pengawal di kota itu. Sedangkan Ibrahim ke kota Bashrah dan dibunuh atas perintah Al-Manshur.
Ahmad bin Isa bin Zaid, cucu Zaid, tinggal di Irak dan belajar kepada murid Imam Abu Hanifah. Qasim bin Ibrahim Al-Mursi bin Abdullah bin Husein bin Ali bin Abi Thalib adalah seorang diantara ulama Zaidiyah yang hidup pada tahun 170-232 H, dan dia membentuk aliran Zaidiyah Qasimiyah.
Di negeri Dailam dan Jailan muncul seorang Imam Husaini di kalangan Zaidiyah, yaitu Abu Muhammad Al-Hasan bin Ali bin Hasan bin Zaid bin Amar bin Husein bin Ali ra. Dia bergelar An-Nashir Al-Kabir (230-304 H), terkenal dengan sebutan  Al-Atrousi. Imam inilah yang menyerukan paham Islam Zaidiyah. Oleh karena itu banyak orang yang menganut mazhab tersebut.
Da'i Zaidiyah yang lain adalah Shahib Thabrastan Hasan bin Zaid bin Muhammad bin Isma'il bin Hasan bin Zaid bin Hasan bin Ali ra. kemudian dia mendirikan sebuah negeri Zaidiyah di Selatan  Laur Hazr pada tahun 250 H.
Muhammad bin Ibrahim bin Thabathaba'i adalah seorang imam Zaidiyah yang terkenal. Dia mengutus para da'i ke Hijaz, Mesir, Yaman dan Bashrah. Tokoh Zaidiyah yang cukup menonjol adalah Muqatil bin Sulaiman bin Muhammad bin Nashr dan Abu Fadhl bin 'Amid serta Shahib bin 'Ubad dan beberapa amir dari Bani Buwaih.
Zaidiyah melahirkan 4 sekte, salah satunya adalah yang menghina Umar dan Abu Bakar. Ia cenderung berpendapat imamnyalah yang lebih utama. Keempat sekte itu adalah.
1. Jarudiyah, Pengikut Abu Al-Jarud Ziyad bin Abu Ziyad.
2. Sulaimaniyah, Pengikut Sulaiman bin Jarir.
3. Shalihiyah, Pengikut Hasan bin Shalih bin Hay.
4. Batriyah, Pengikut Kutsair bin Nawi Al-Abtar.

Sekte Shalihiyah dan Batriyah memiliki satu pandangan yang sama dan tidak ada perbedaan diantara keduanya.

Pemikiran dan Doktrin
Zaidiyah memperbolehkan semua keturunan Fathimah untuk menjadi Imam, baik Hasan maupun Husein. Menurut mereka imamah tidak dengan nash. Oleh karena itu imam terdahulu boleh menunjuk imam yang akan datang. Artinya keimaman tidak berdasarkan kewarisan akan tetapi berdasarkan Bai'ah. Imam tidak boleh misterius, karena imam harus dipilih oleh Ahlul Halli wal 'Aqdi. Pemilihan tidak boleh berlangsung apabila calon Imam belum ditentukan. Dalam waktu yang bersamaan dibolehkan adanya dua imam untuk dua negara yang berbeda. Zaidiyah membolehkan pengangkatan seorang Imam utama.
Mayoritas pengikut Zaidiyah mengakui kepemimpinan Abu Bakar dan Umar ra, tidak mengutuk keduanya seperti kelompok Syi'ah yang lain. Bahkan Zaidiyah menyatakan sahnya kekhalifaan Utsman bin Affan ra.
Dalam pemikiran agama, mereka cenderung kepada pemikiran Mu'tazilah, terutama dalam hal yang berkaitan dengan Dzat Allah, qadha dan qadar. Pelaku dosa besar menurut Zaidiyah akan ditempatkan diantara dua tempat, sama dengan pendapar Mu'tazilah, tetapi mereka tidak kekal di Neraka. Mereka disiksa sampai mereka bersih dari dosa-dosanya, setelah itu baru dipindahkan ke Surga. Zaidiyah tidak menolak tashawuf.
Mengenai pernikahan, Zaidiyah berbeda dengan kaum Syi'ah pada umumnya. Mereka menolak adanya nikah Mut'ah. Tentang Zakat seperlima dan pembolehan taqiyah. Sama seperti pendapat Syi'ah pada umumnya.
Secara umum tidak ada perbedaan yang mendasar antara Zaidiyah dan Ahlu Sunnah wal Jama'ah, khususnya dalam masalah ibadah, masalah yang fardh. Hanya sedikit berbeda dalam masalah furu', seperti:
1. Dalam azan ada kalimat Hayya 'ala Khairil 'Amal.
2. Shalat jenazah harus lima kali takbir.
3. Shalat hari raya tidak perlu berjama'ah.
4. Shalat tarawih berjama'ah dikategorikan bid'ah.
5. Tidak sah shalat dibelakang orang yang penuh dosa.
6. Fardhu wudhu ada sepuluh.

Berkenaan tentang Ijtihad, mereka berpendapat bahwa pintu Ijtihad masih terbuka untuk siapa saja yang mampu. Bagi yang tidak mampu maka harus taqlid. Taqlid kepada Ahlul Bait lebih utama dari pada taqlid kepada orang lain. Wajib keluar dari Imam zalim dan wajib tidak menaatinya. Zaidiyah tidak meyakini imam ma'shum dari dosa. Akan tetapi segolongan orang dikalangan Zaidiyah menetapkan 4 orang Ahlu Bait yang ma'shum, yaitu Ali, Fathimah, Hasan dan Husein.
Zaidiyah juga tidak mempercayai Imam Mahdi yang dinanti-nantikan. Kaum Zaidiyah mengingkari teori primitif yang dikemukakan oleh Mukhtar Tsaqafi yang menyusun sajak mantra. Qadha dan qadar adalah hal yang wajib untuk diimani. Sebab menurut mereka, manusia itu berhak untuk memilih dalam menaati atau mengingkari Allah. Mereka juga memisahkan antara Iradah, Mahabbah atau Ridha. Hal ini sama seperti pemikiran beberapa ulama Ahlu Sunnah wal Jama'ah. Sumber dalil Zaidiyah adalah Al-Qur'an, As-Sunnah, qiyas termasuk Mashalih Al-Mursalah dan akal.

Akar Pemikiran dan Keyakinan
Mereka berpendapat sama seperti Syi'ah,bahwa yang lebih berhak menjadi Imam dan Khalifah adalah golongan mereka. Hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Ahlu Bait kedudukannya lebih utama, taqlid kepada Ahlu Bait, Zakat seperlima dan sebagainya. Ciri-ciri ke Syi'ahan Zaidiyah terlihat jelas walaupun tergolong moderat. Zaidiyah banyak terpengaruh Mu'tazilah dalam pemikiran. Kemu'tazilahan Washil bin Atha terlihat jelas dalam pemikiran Zaidiyah, terutama penghargaan mereka terhadap akal yang mendudukkannya sebagai sumber dalil.

Penyebaran dan Kawasan Pengaruhnya
1. Negara Zaidiyah pertama kali didirikan oleh Hasan bin Zaid tahun 250 H, di Dailam dan Thabrastan.
2. Al-Hadi ila Al-Haq kemudian mendirikan negara Zaidiyah ke 2 di Yaman pada abad ke 3.
3. Zaidiyah tersebar dari Timur sampai negara-negara Hazr (Wilayah Afaghanistan), Dailam, Thabrastan,          dan Jailan. Sedangkan dari Barat sampai negara-negara Hijaz dan Mesir. Yaman tergolong pusat Zaidiyah.
   Sampai sekarang, sekurang-kurangnya dua pertiga penduduk Yaman adalah penganut Zaidiyah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

7 Sunnah Harian Rasulullah SAW yang Wajib Diamalkan

Pengertian Tafsir.Ta'wil beserta Terjemah(TAHLILI.IJMALI dsb lengkap)

Hakikat Kalimat Syahadat